WahanaNews-Kalbar | Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan kondisi dunia saat ini.
Di mana ada ancaman luar bisa mengintai, bahkan melebih Covid-19, yaitu perubahan iklim (climate change).
Baca Juga:
Sri Mulyani Bagikan Pengalaman Atasi Tantangan Pembiayaan Infrastruktur
Kondisi bumi ini dibeberkan Sri Mulyani saat mengisi acara Youth Camp for Future Leader on Environment secara virtual yang diikuti oleh 76 mahasiswa terpilih dari seluruh perguruan tinggi dalam negeri.
"Saat ini dunia sedang menghadapi krisis perubahan iklim yang memiliki implikasi begitu sangat luas terhadap kehidupan manusia," kata Sri Mulyani, Senin (15/11/2021).
Sri Mulyani menyebut, ada beberapa penyebab perubahan iklim, yakni karena sampah dari konsumsi masyarakat di seluruh dunia, kehutanan yang mengalami tekanan dari sisi kebutuhan ekonomi, hingga penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan.
Baca Juga:
Lepas Status Ibu Kota, DKI Bakal Diganti Jadi DKJ
"Dunia terberati dengan sampah, dunia terberati dengan CO2 setiap kegiatan manusia di pertanian, kehutanan, transportasi, konsumsi menghasilkan CO2 dan kenaikan temperatur bumi inilah yang kemudian menimbulkan konsekuensi banyak sekali," tuturnya.
Efek dari perubahan iklim secara tidak sadar disebut mulai terlihat seperti suhu bumi yang perlahan terus naik.
Kondisi ini menyebabkan dunia lebih panas dibanding sebelum-sebelumnya.
"Semenjak 1980, suhu dunia secara pelan namun pasti merambat naik. Sekarang sudah di atas 1 derajat centigrade dibanding 1880. Ini menyebabkan konsekuensi yang sudah kita lihat saat ini bagaimana kutub Utara dan kutub selatan mengalami dampak dari hangatnya bumi ini, terjadi pencairan es-es di sana," jelasnya.
Efek perubahan iklim juga tercermin dari cuaca yang makin sulit diprediksi hingga cuaca ekstrim yang makin sering terjadi di banyak negara belahan bumi baik timur, barat, utara maupun selatan.
"Ini pasti akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi masyarakat terutama di negara maju," lanjut Sri Mulyani.
Bendahara negara ini menyebut dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim seperti hilangnya sumber pendapatan, kekurangan makanan dan air secara global, peningkatan penyakit, hingga kemiskinan.
Oleh sebab itu, perlu upaya untuk memitigasinya sejak dini.
Salah satunya melalui kerja sama global untuk mengurangi energi yang menghasilan emisi karbon.
Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon menjadi 29% secara mandiri dan 41% dengan bantuan negara lain di 2030 sesuai Paris Agreement dalam Nationally Determined Contributions (NDCs).
"Ini bukan pilihan, tapi kita harus berusaha menjaga kelestarian bumi kita yang berpenduduk 7 miliar manusia ini," kata dia. [As]