WahanaNews-Kalbar | Pentagon telah membuka rahasia serta merilis rekaman video serangan drone di Kabul, Afghanistan yang menewaskan 10 warga sipil. Serangan itu terjadi pada jam-jam terakhir penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) yang kacau dan mengakhiri perang 20 tahun di Afghanistan.
The New York Times memperoleh rekaman tersebut melalui gugatan Freedom of Information Act terhadap Komando Pusat AS, yang kemudian memposting gambar tersebut ke situs webnya.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Ini menandai pertama kalinya rekaman video serangan pada 29 Agustus itu dirilis ke publik, yang awalnya sempat dibela oleh Pentagon namun kemudian mengakui jika serangan itu adalah sebuah kesalahan yang tragis.
Dikutip dari The Guardian, Kamis (20/1/2022), video tersebut mencakup sekitar 25 menit cuplikan dari apa yang dilaporkan The New York Times dua drone MQ-9 Reaper, yang menunjukkan lokasi sebelum dan sesudah sebuah rudal menghantam mobil sipil sebuah halaman rumah.
Gambar tidak jelas menunjukkan individu bergerak di dalam atau di dekat zona serangan.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
Penyelidikan Pentagon tahun lalu menemukan serangan di Kabul adalah kesalahan dan merekomendasikan tidak ada tindakan hukum atau disiplin terhadap anggotanya. Kesimpulan ini disambut dengan kemarahan yang luas dari Kongres AS dan kelompok hak asasi manusia.
Kritikus mengatakan laporan itu berkontribusi pada budaya impunitas dan gagal mengatasi masalah sistemik dalam perang drone AS, membuat korban sipil di masa depan tak terhindarkan.
Para korban serangan 29 Agustus adalah Zemari Ahmadi, yang bekerja untuk sebuah organisasi bantuan yang berbasis di AS, dan sembilan anggota keluarganya, termasuk tujuh anak-anak.
Hasil penyelidikan yang dilakukan inspektur jenderal angkatan udara AS, Letnan Jenderal Sami Said, menemukan bahwa operator drone terlihat bingung dengan mobil Toyota Corolla putih di tempat kejadian dan mobil yang terkait dengan kelompok teroris. Operator drone juga gagal menemukan seorang anak yang terlihat dalam rekaman pengawasan dua menit sebelum penyerangan.
Meski begitu dikatakan tidak ditemukan bukti kesalahan.
“Penyelidikan tidak menemukan pelanggaran hukum, termasuk hukum perang. Kesalahan eksekusi dikombinasikan dengan bias konfirmasi dan gangguan komunikasi menyebabkan korban sipil yang disesalkan,” bunyi laporan itu.
“Itu adalah kesalahan yang disayangkan,” kata Said kepada wartawan di Pentagon.
"Tapi itu bukan tindakan kriminal, tindakan acak, kelalaian," tukasnya.
Tiga hari sebelumnya sebuah bom bunuh diri di bandara Kabul telah menewaskan 13 tentara AS dan lebih dari 160 warga Afghanistan. Ketika kemudian mengakui kesalahannya dalam serangan pesawat tak berawak 29 Agustus, Komando Pusat AS mengatakan bahwa pria yang mengemudikan mobil itu tidak ada hubungannya dengan kelompok ISIS yang melakukan serangan bom bunuh diri di Bandara Kabul. [As]