Dilansir melalui Daily Mail, temuan tersebut merupakan hasil analisis data Denmark dari satelit Gravity Recovery and Climate Experiment (GRACE) yang dikumpulkan dari April 2002 hingga Agustus 2021.
Para peneliti pun mengungkapkan bahwa “Data menunjukkan sebagian besar es hilang di sepanjang tepi lapisan es, Pengamatan independen juga menunjukkan bahwa es semakin tipis dan ada tingkat pencairan yang lebih tinggi daripada permukaan es,”
Baca Juga:
Simak, Ini yang Terjadi Jika Petir Menyambar Tubuh
Para peneliti dari Badan Antariksa dan Penerbangan Nasional (NASA) pun mengatakan bahwa hilangnya es di sepanjang pantai Greenland Barat yang parah disebabkan oleh pemanasan air di bawah permukaan, yang mempercepat pencairan gletser.
“Hilangnya lapisan es Greenland dan Antartika merupakan salah satu penyebab utama kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim,” ucapnya.
Tak hanya itu, pada tahun 2021, para peneliti pun juga mendapati bahwa sebagian wilayah Samudra Atlantik, India dan bagian utara Samudra Pasifik menghangat lebih cepat karena pola dan arus angin.
Baca Juga:
KSOP Larang Kapal Wisata Berlayar ke Pulau Komodo hingga 20 Maret
“Pergerakan air di lautan dunia mendistribusikan panas dengan cara yang tidak seragam, sehingga beberapa daerah mendapatkan lebih banyak panas dan yang lainnya lebih sedikit, yang berarti beberapa daerah tertentu di laut menjadi hangat lebih cepat daripada yang lainnya,” jelas John Abraham, seorang penulis penelitian tersebut sekaligus ilmuwan iklim di University of St. Thomas di Minnesota.
Kepada VOA, Abraham pun menambahkan bahwa meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca dari aktivitas manusia membuat lautan terlalu panas
" Tahun lalu, laut menyerap panas yang setara dengan tujuh bom Hiroshima yang diledakkan di laut setiap detik setiap hari, 365 hari setiap tahun,” jelasnya. [Ss]