WahanaNews-Kalbar| Rusia invasi Ukraina membuat banyak negara mengecam.
Tidak sedikit yang juga menjatuhkan sanksi berat terhadap Rusia.
Baca Juga:
Sejalan dengan Perjanjian Minsk, Rusia Respons Positif Usulan Perdamaian Prabowo
Tetapi, ada juga negara-negara yang tidak mengecam tindakan Rusia, beberapa di antaranya memilih netral karena beberapa alasan.
Sikap negara-negara Asia Tenggara, misalnya, menjadi perhatian karena tidak semua negara secara tegas mengecam Rusia, kecuali Singapura.
Pernyataan negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bahkan dinilai lemah, termasuk Indonesia.
Baca Juga:
Ukraina Batal Teken Perdamaian Tahun 2022, Rusia: Gara-gara Tekanan AS
Ben Bland, Direktur Program Asia Tenggara di Lowy Institute, menilai alasan Indonesia “bermain aman” dengan pernyataannya adalah karena posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun ini.
Pemihakan dalam perang Ukraina, misalnya mengecam Rusia, akan memutuskan semua jalur komunikasi dengan Moskow.
“Ini akan membahayakan agenda G20 Jokowi sepanjang tahun kepresidenannya,” tulis Bland di situs Lowy Institute.
Di antara negara ASEAN, Vietnam dan Laos memilih abstain.
Keduanya punya hubungan sejarah dan militer yang kuat dengan Rusia.
Malaysia, Thailand, dan Kamboja tidak mengecam Rusia secara terbuka.
Bahkan Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha, menyatakan kepada kabinetnya bahwa negara itu bersikap netral dalam masalah Rusia-Ukraina karena hubungan lama antara Bangkok dan Moskow harus diperhitungkan.
Phil Robertson, Wakil Direktur Asia Human Rights Watch, mengkritik pernyataan ASEAN ini.
“Ternyata nilai sebenarnya dari ASEAN adalah memungkinkan anggotanya untuk ‘tiarap’ dan menghindar untuk mengambil sikap terhadap isu-isu sensitif seperti invasi Rusia ke Ukraina,” katanya.
Pada tingkat yang lebih luas, hal yang serupa juga terjadi.
Misalnya di Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Meskipun tidak mengikat, tetapi forum ini memiliki dampak politik dan mencerminkan opini internasional.
Dalam pemungutan suara pada 2 Maret lalu, 141 dari 193 negara mendukung resolusi, yang menegaskan kedaulatan dan kemerdekaan Ukraina serta menuntut Rusia segera menarik semua anggota pasukannya dari Ukraina.
Lima negara, yaitu Belarus, Korea Utara, Eritrea, Rusia, dan Suriah menolak sedangkan 35 negara abstain dalam pemungutan suara, termasuk Cina, India, dan Pakistan.
Dilansir dari laman metro.co.uk, Belarus adalah anggota awal serikat politik dan ekonomi (EAEU) yang pertama kali diusulkan oleh Putin pada tahun 2011.
Selain Belarus, negara lain yang merupakan anggota dari EAEU adalah Armenia, Kazakhstan dan Kyrgyzstan.
Pakistan memiliki hubungan campuran dengan Rusia, setelah sebagian besar mendukung Barat selama Perang Dingin, tetapi juga merayakan HUT ke-70 Hubungan Diplomatik dengan Rusia pada tahun 2018.
India juga memiliki kemitraan strategis dengan Rusia setelah menandatangani Deklarasi Kemitraan Strategis India-Rusia pada Oktober 2000.
Sedangkan Suriah secara terang-terangan mendukung tindakan Putin.
Presiden Suriah, Bashar al-Assad, melakukan panggilan telepon dengan Putin di mana Al Jazeera melaporkan bahwa dia memuji serangan militer Rusia ke Ukraina, mencela apa yang dia sebut histeria Barat di sekitarnya.
Al-Assad mengatakan kepada Putin, apa yang terjadi selama Rusia invasi Ukraina adalah koreksi sejarah dan pemulihan keseimbangan yang hilang di dunia setelah pecahnya Uni Soviet. [Ss/gun]