WahanaNews-Kalbar | Seorang mahasiswi bernama Sadariah (22), asal Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) menyita perhatian setelah usahanya sukses menjadi eksportir sapu lidi.
Diketahui, baru-baru ini Sadariah telah mengekspor sapu lidi sebanyak 25 ton ke India.
Baca Juga:
Lepas Ekspor Furnitur Senilai USD 70 Ribu, Mendag Budi: UMKM Harus Berani Inovasi dan Siap Adaptasi
Keberhasilannya itu, tidak terlepas dari kerja keras dan semangatnya untuk sukses.
Selain juga mengedepankan rasa tanggung jawab, sehingga bisa mendapatkan kepercayaan banyak pihak.
"Uang itu bisa dikembalikan, tapi kepercayaan dan tanggung jawab yang harus kita jaga. Kita tidak ingin Coco Mandar dianggap remeh jika tidak bisa penuhi permintaan (buyer)," ujar Sadariah saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (30/4/2022).
Baca Juga:
Lepas Ekspor Adonan Roti ke Uni Emirat Arab, Mendag Budi Ajak Pelaku Usaha Perkuat Citra Produk Indonesia
Cerita Sadariah menjadi eksportir sapu lidi bermula ketika pandemi COVID-19 melanda pada awal 2020 lalu.
Kondisi itu membuat Sadariah yang sedang menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, pulang kampung.
Sejumlah usaha sempat digeluti, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
Melihat potensi alam yang melimpah di kampung halamannya, Sadariah kemudian mendirikan perusahaan bernama CV Coco Mandar Indonesia.
Perusahaan ini bergerak di bidang hasil bumi, khususnya turunan kelapa. Hasil bumi tersebut dipromosikan melalui website bernama cocomandar.com.
Awalnya, Sadariah tidak terpikir mempromosikan sapu lidi melalui cocomandar.com miliknya.
Hingga akhirnya beberapa bulan kemudian, seorang buyer (pembeli) yang mengaku berasal dari India, menghubungi dan menawarkan kerja sama.
"Buyer kontak saya melalui WA (WhatsApp), dia minta tolong disiapkan sapu lidi. Dia (buyer) menanyakan kesiapan saya, dan mereka sama sekali tidak pakai perantara," ujar Sadariah menceritakan awal mula menjadi eksportir sapu lidi.
Walau sempat merasa ragu, Sadariah akhirnya meyakini tawaran kerja sama tersebut, setelah buyer mengirim uang muka sebagai tanda jadi.
Sebelumnya, Sadariah telah menyampaikan kepada buyer, terkait keterbatasannya pada saat itu.
"Setelah mengirimkan beberapa foto sampel sapu lidi dengan spesifikasi sesuai yang mereka minta, buyer langsung mengirim uang muka sebanyak 30 persen sesuai permintaan saya. Itu yang membuat saya percaya dan akhirnya bersemangat," tutur Sadariah sembari tertawa.
Sadariah mengaku sempat kesulitan memenuhi permintaan buyer. Selain tenggang waktu yang terbatas, Sadariah juga sempat diragukan banyak warga termasuk keluarga.
"Ternyata itu tantangan terberatnya, karena kondisi yang saya harapkan tidak sesuai di lapangan. Awal-awalnya kita juga ditipu, pahit-pahitnya saya harus ke beberapa daerah, untuk mencari sapu lidi, termasuk membuat postingan di Facebook, mencari informasi jika ada yang bersedia membantu saya menyiapkan sapu lidi," terangnya.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Sadariah melakukan berbagai macam cara, termasuk memperbanyak edukasi ke masyarakat terkait potensi dari limbah daun kelapa yang selama ini banyak diabaikan oleh warga.
Sadariah juga berupaya menjalin kerjasama dengan beberapa kelompok masyarakat, termasuk pengelola sekolah madrasah tempatnya menuntut ilmu beberapa tahun lalu.
"Waktu itu, saya ingin memperkenalkan sekolah saya melalui momentum sapu lidi ini. Jadi saya mengajak mereka bekerjasama. Melalui pihak sekolah, saya meminta adik-adik untuk menyiapkan sapu lidi, berapapun jumlahnya akan saya ambil dan beri nilai," ungkapnya.
Hanya saja, diakui Sadariah, upayanya melibatkan sekolah tempatnya menuntut ilmu untuk memperlancar ekspor perdana sapu lidi sempat menuai sorotan.
"Sempat disoroti, padahal awalnya saya hanya ingin membantu adik-adik. Saya tidak pernah memaksakan mereka. Saya hanya berpikir, apa yang saya lakukan bisa meringankan beban ekonomi para murid, mereka tidak perlu lagi meminta uang kepada orang tua, untuk memenuhi kebutuhan kecil," beber Sadariah.
Keraguan warga akhirnya berhasil dijawab Sadariah, dengan kesuksesan melakukan ekspor perdana pada Jumat (23/4) lalu.
Ekspor tersebut berhasil melambungkan nama Sadariah lantaran ditandai dengan pengguntingan pita serta pemecahan kendi, yang dilakukan sejumlah pihak di antaranya Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar, Bupati Polewali Mandar, Andi Ibrahim Masdar, serta Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan, Hayati Wisnu Masisa.
Momentum tersebut seolah menjadi awal bagi Sadariah, hingga mulai dikenal sebagai eksportir ternama di usia yang masih sangat muda. Bahkan tawaran kerja sama mulai berdatangan dari beberapa negara.
"Target ekspor ketiga sebanyak 50 ton, sekitar tanggal 28 Mei mendatang. Tujuannya ke Pakistan dan India, masing-masing 25 ton. Kita juga sudah menjalin komunikasi dengan buyer dari Thailand, belum saya iyakan, tinggal beri jawaban," beber Sadariah.
Menurut Sadariah, lidi yang diekspor ke India, akan dimanfaatkan untuk berbagai barang kebutuhan, termasuk bahan kelengkapan kegiatan keagamaan warga di negara tersebut.
"Katanya selain tetap dimanfaatkan sebagai sapu, kabarnya lidi yang diekspor akan dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan," imbuhnya.
Sadariah merupakan anak sulung dari tiga bersaudara pasangan Warda dan Sallah. Sedari kecil, Sadariah tinggal bersama keluarganya di Desa Sambali wali, Kecamatan Luyo, lantaran kedua orang tua merantau di Malaysia.
Sadariah berharap, kegiatan ekspor sapu lidi yang digelutinya saat ini berjalan lancar serta memotivasi pemuda-pemudi lainnya untuk memaksimalkan setiap peluang usaha yang ada. Agar kelak dapat agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
"Tentunya saya berharap ini (ekspor sapu lidi) bisa berjalan lancar dan mendapat dukungan dari semua pihak. Bukan hanya untuk kepentingan saya bersama teman-teman, tapi bagaimana kegiatan ekspor sapu lidi ini bisa membawa perubahan untuk meningkatkan perekonomian warga," pungkas Sadariah optimis.[ss]