WahanaNews.co | Kegagalan Daisuke Enomoto, miliarder Jepang, berangkat ke antariksa karena masalah kesehatan pada 18 September 2006 membuat Anousheh Ansari jadi wanita muslim pertama yang meluncur ke luar angkasa.
Wanita asal Iran yang lahir pada 12 September 1966 ini akhirnya terbang menggunakan Soyuz TMA-9 dan mengorbit selama 6 bulan di antariksa sebelum akhirnya mendarat mulus di Kazakhtan.
Baca Juga:
Astronot Ungkap Jenis-jenis Aroma yang Terendus di Luar Angkasa
Bagi Ansari perjalanan ke luar angkasa merupakan perjalanan berharga baginya, sebab ia bukanlah seorang astronot dan peluangnya sebagai kru pesawat tidaklah mudah, lantaran dirinya hanya sebagai cadangan hanya karena ikut dalam pelatihan selama enam bulan sebelum pergi.
"Saya mendapatkan pelatihan yang sama seperti yang diterima para astronot. Tapi, latihan saya dalam tingkat 'pengguna', sementara mereka menjalani latihan sekitar dua tahun dengan lebih mendalam di tingkat perbaikan sistem. Namun, saya tetap mengambil peran aktif sebagai kru," kenang Ansari.
Meski demikian, ia tersanjung saat dirinya bisa menyaksikan bumi yang begitu indah dari antariksa. Baginya kemulusan berangkat dan selamatnya saat turun ke Bumi merupakan keberuntungan. Perjalanan itu menjadikannya sebagai pengalaman yang berharga.
Baca Juga:
Siapa Astronot Terlama di Ruang Angkasa? Ini Jawabannya
"Sulit untuk menaruh harga pada mimpimu. Saya siap mempertaruhkan nyawa saya untuk mimpi ini. Pengalaman dan kepuasan yang Anda dapatkan dari mengetahui bahwa Anda telah mampu mewujudkan impian masa kecil Anda melalui banyak kerja keras, ketekunan, dan pengorbanan membuat semuanya berharga, dan juga berbulan-bulan yang dihabiskan dalam persiapan, sama berharganya," kenang Ansari.
Imigran Miskin
Sekalipun saat ini Ansari merupakan pebisnis yang memiliki harta melimpah hingga miliaran, namun keluarga Ansari merupakan seorang imigran Iran yang menetap di Prancis.
Privilege yang didapat darinya tak lepas dari kerja keras ayahnya yang seorang pekerja keras dan nekat merantau ke Eropa saat dirinya masih kecil.
Kala itu, kata Ansari, keluarganya menjadi satu dari sekian banyak masyarakat Iran yang diasingkan lantaran sikap moyangnya yang kerap menghina pemimpin Iran kala itu, Shah Pahlavi. Kondisi ini mengakibatkan harta kekayaannya hilang.
Bahkan saat Ansari lahir, ayahnya hanya pekerja percetakan yang bergaji kecil. Karena itulah ia memindahkan keluarga di Teheran dan menempati apartement kecil bersama dengan Kakek Nenek dan pamannya.
Setelah adiknya lahir, keluarga itupun berencana merantau ke Amerika dan menjual sebagian hartanya sebagai modal merantau ke Amerika dan membeli banyak permadani dan kerajinan tangan, namun ditolak pihak Imigrasi.
Tidur di Balkon
Gagal pindah, Ansari kemudian kembali ke Iran. Mereka kemudian harus tidur berdesak desakan dalam flat yang sempit. Bahkan saat malam hari, Ansari terpaksa tidur di Balkon bersama kakek neneknya. Disanalah ketertarikannya terhadap antariksa muncul.
"Saya akan berbaring di atas dipan saya dan melihat ke langit, berpura-pura berada di
luar angkasa," kata Ansari dikutip dari laman resmi The Horatio Alger Association.
Bersekolah di sekolah Katolik Prancis. Ansari mampu mengusai berbagai bahasa, mulai dari Prancis, Inggris, Persia, hingga Arab.
Kemiskinan mulai terjadi saat konflik Iran-Irak pecah. Kala itu pemadaman listrik, kekurangan makanan menjadi hal yang kerap terjadi bagi keluarga besar itu. Terlebih kodrat terlahir sebagai wanita menjadikan dirinya terkucilkan.
"Saya bertanya-tanya bagaimana itu mungkin. Iran yang baru tidak mentolerir mimpi seperti itu dari seorang wanita. Saya menyadari bahwa saya menghadapi kehidupan di balik tembok," cerita Ansari.
Namun sikap pesimitis itu memudar seiring neneknya yang terus menyemangatinya. Hingga di umurnya 17 tahun, si ayah kembali memproses imigrasinya ke AS dan lolos. Keluarga Ansari akhirnya pindah ke Amerika. [As]