WahanaNews-Kalbar | Pakar hukum tata negara Margarito Kamis memaparkan, terdapat konsekuensi yang harus diterima jika UUD 1945 diamandemen untuk memperpanjang masa jabatan presiden.
Dalam pandangannya, jika amandemen dilakukan melalui MPR maka kedudukannya akan lebih tinggi dibandingkan presiden.
Baca Juga:
La Nyalla Mattaliti Terus Pojokkan LBP, Pahala Sitorus Angkat Bicara
“Konsekuensinya MPR punya kewenangan menyandang fungsi kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara,” tutur Margarito, dikutip Rabu (9/3/2022).
“Jadi status MPR akan berubah, semula merupakan lembaga yang setara dengan presiden menjadi lembaga yang lebih tinggi. Menyandang fungsi kedudukan sebagai lembaga tertinggi maka logis MPR diberi kewenangan memberhentikan presiden dengan alasan politik,” imbuh dia.
Di sisi lain, Margarito menuturkan, ada banyak hal yang mesti dipikirkan jika wacana penambahan masa jabatan presiden hendak direalisasikan.
Baca Juga:
UUD Diamandemen Terkait Masa Jabatan Presiden, Pakar: MPR Bisa Jadi Lembaga Tertinggi
Pertama, jabatan presiden diberikan pada seseorang melalui proses demokrasi yaitu pemilihan umum.
“Jadi kalau mau memperpanjang, siapa yang akan memperpanjang? Jangan lupa presiden itu kan dipilih secara langsung,” ucap dia.
Kedua, persoalan berapa lama masa jabatan itu akan diperpanjang.
“Kalau lima tahun kenapa tidak sekalian dibuat masa jabatan presiden tiga periode?” sebutnya.
Margarito mengatakan, amendemen UUD 1945 sangat mungkin dilakukan.
Tetapi sampai saat ini dirinya tak begitu yakin wacana perpanjangan masa jabatan presiden itu benar-benar diusulkan oleh tokoh-tokoh partai politik (parpol).
Sebab, banyak tokoh parpol kurang memiliki keberanian untuk mengambil inisiatif tersebut.
“Partai Golkar sekalipun takut disebut sebagai pengkhianat bangsa. Jangan lupa gagasan dasar perubahan UUD 1945 tahun 1999 untuk membatasi masa jabatan presiden diambil oleh Partai Golkar,” kata Margarito.
Belum lama ini, muncul juga wacana untuk menunda Pemilu 2024.
Wacana itu disampaikan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto mengungkapkan dirinya mendapat masukan dari masyarakat untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Airlangga mengatakan mesti berdiskusi dengan petinggi parpol lainnya atas usulan masyarakat itu.
Jokowi sendiri telah merespons wacana itu pada Jumat (4/3/2022) di Istana Bogor, Jawa Barat.
Ia mengatakan hendak taat dan patuh pada konstitusi.
Terkait wacana perpanjangan masa jabatan, Jokowi menyampaikan bahwa siapa pun bebas menyampaikan usulannya.
“Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu, dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,” terang dia. [Ss]