Kalbar.WahanaNews.co, Kubu Raya - Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat sedang berupaya dalam proses perceptan sertifikasi sawit berkelanjutan, mengingat hingga saat ini belum ada kebun milik petani yang tersertifikasi.
"Di Kubu Raya belum ada kebun kelapa sawit milik petani yang tersertifikasi. Setidaknya pada 2023 terdapat 27 perusahaan sawit di Kubu Raya, dan hingga kini 11 di antaranya telah tersertifikasi," ujar Pj Bupati Kubu Raya, Sy Kamaruzaman, di Sungai Raya, Jumat (1/3/2024).
Baca Juga:
Kantor Pertanahan Sikka Launching Implementasi Penerbitan Dokumen Elektronik
Sertifikasi sawit berkelanjutan merupakan prioritas karena Kubu Raya merupakan kabupaten dengan kebun sawit terluas ketiga di Kalimantan Barat.
Pada 2022 Kabupaten Kubu Raya memiliki tutupan sawit seluas 198.714 hektar dan produksi tanaman perkebunan di Kubu Raya didominasi oleh kelapa sawit sebanyak 147.887 ton, dengan total produksi 80,18% dihasilkan oleh perkebunan besar swasta, sementara 19,82 persen berasal dari perkebunan rakyat.
Hal tersebut menunjukkan Kabupaten Kubu Raya memiliki potensi yang signifikan dan penting dalam rantai pasok kelapa sawit di level kabupaten hingga nasional, dan menjadi dilema ketika sertifikasi bersifat wajib bagi setiap pelaku usaha kelapa sawit di Indonesia.
Pihaknya pun berkomitmen mendorong sertifikasi sawit berkelanjutan guna meningkatkan produktivitas sawit secara legal, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Baca Juga:
Wali Kota Pematangsiantar Terima 200 Sertifikat Tanah Aset Pemerintah
Untuk itu dalam jangka pendek pihaknya akan mengusulkan peraturan bupati sebagai bentuk komitmen terhadap percepatan sertifikasi sawit berkelanjutan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh DPRD sebagai proses pembentukan peraturan daerah.
Peraturan daerah nantinya akan menjadi payung hukum, sehingga para petani sawit di Kabupaten Kubu Raya memiliki kepastian hukum.
Project Leader Draft Regulasi Peraturan Bupati (Perbub) Kubu Raya Percepatan Sertifikasi Sawit Berkelanjutan, Erdi Abidin, mengatakan dengan adanya persoalan ini pihaknya menemukan model untuk mendorong percepatan sertifikasi sawit berkelanjutan dengan pembuatan peraturan daerah.
Langkah berikutnya adalah memberikan insentif untuk proses sertifikasi tersebut. Selanjutnya, secara bersama-sama merangkul petani terutama melalui kelompok-kelompok petani untuk melakukan proses sertifikasi. Hal itu dapat dilakukan dengan bantuan dari sumber-sumber daya yang ada di pemerintah daerah.
Erdi menuturkan, dengan adanya status yang legal, pekebun akan lebih diuntungkan saat menjual produknya. Sebab tanpa sertifikasi, pengusaha dan pekebun tidak bisa mengekspor sawit ke luar negeri.
Manfaat lain dari sertifikasi adalah untuk menjamin usaha yang ramah lingkungan dan mengontrol dampak sosial dan ekonomi. Sertifikasi juga akan meningkatkan daya jual produk.
“Dengan adanya sertifikasi aspek keberlanjutan usaha juga menjadi lebih terjamin. Kualitas para pekebun sawit pun akan meningkat karena tujuan sertifikasi adalah menciptakan sistem industri perkebunan sawit yang layak ekonomi, layak sosial budaya, dan ramah lingkungan,” tuturnya.
Ia pun optimistis dengan adanya regulasi yang tepat semua kebun kelapa sawit tersertifikasi pada 2025 sesuai dengan amanat Perpres No. 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
[Redaktur: Patria Simorangkir]