WahanaNews-Kalbar | Hingga tahun 2020, kontribusi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia telah mencapai 11,2 persen dan diperkirakan akan terus meningkat.
Pemerintah menargetkan kontribusi energi mencapai angka 23 persen pada tahun 2025, atau sekitar dua kali lipat dari angka saat ini, dan nol emisi karbon pada tahun 2060.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sayangnya, upaya pencapaian target ini justru terhambat, khususnya EBT dari tenaga surya.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN membuat regulasi mengenai pembatasan pemasangan daya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sekitar 10–15 persen dari total daya yang terpasang dengan PLN.
Regulasi ini lantas membuat konsumen berpikir kembali sebelum memutuskan untuk memasang PLTS.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Pasalnya, penghematan biaya masih menjadi salah satu alasan utama bagi kebanyakan konsumen ketika akan beralih ke PLTS.
“PLTS belum dilihat konsumen sebagai sesuatu yang bermanfaat selain penghematan, hanya sedikit konsumen yang menganggap ‘oke, upaya saya beralih ke PLTS adalah upaya green’ gitu,” ungkap Anggita Septia, Kepala Marketing Perusahaan PLTS Sun Energy, dalam jumpa pers, Senin (28/11/2022).
Bila menggunakan PLTS on grid yang masih terhubung dengan PLN, durasi efektif penggunaan panel surya adalah sekitar 4–5 jam pada siang hari ketika matahari sedang bersinar terik. Ketika malam tiba, pengguna akan kembali mengandalkan listrik dari PLN.