WahanaNews-Kalbar | Sejumlah syarat dalam proses seleksi penerimaan prajurit, baik taruna, perwira, bintara, hingga tamtama.
Tes renang dan akademik dihapus dalam seleksi penerimaan TNI hingga keturunan anggota PKI boleh mengikuti seleksi.
Baca Juga:
Soal Capim KPK Berlatar Penegak Hukum, KSP: Jangan Over Sensitif
Hal itu diputuskan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dalam rapat penerimaan prajurit TNI Tahun Anggaran 2022 yang diunggah di akun YouTube Andika, Rabu (30/3).
Dalam rapat itu, awalnya dipaparkan mekanisme penerimaan prajurit TNI mulai dari tes mental, ideologi, psikologi, akademik, kesamaptaan jasmani, hingga kesehatan.
Usai mendengar paparan, Andika lalu memutuskan beberapa hal perubahan di dalam rangkaian proses seleksi prajurit tersebut.
Baca Juga:
40 Orang Lanjut Asesmen Profil, 190 Capim KPK Gugur Tes Tulis
Pertama, dalam tes kesamaptaan jasmani, ia meminta agar tidak ada tes renang. Menurutnya, tidak semua calon prajurit memiliki akses ke kolam renang atau tempat untuk belajar berenang.
"Itu tidak usah lagi, kenapa renang? Jadi nomor 3 tidak usah. Karena apa? Kita enggak fair juga, ada orang tempat tinggal jauh dari ... enggak pernah renang, nanti enggak fair, udah lah," kata Andika.
Sementara dalam bidang akademik, ia meminta panitia seleksi untuk mengambil nilai calon peserta berdasarkan transkrip nilai pendidikan terakhir.
Dengan demikian, ia meminta tes akademik pun dihapus dari tahapan seleksi.
"Menurut saya tes akademik ini sudah tinggal ambil saja, IPK, terus transkripnya, karena bagi saya yang lebih penting itu tadi. Ijazah SMA itu lah akademik mereka, enggak usah lagi ada tes akademik. Nilai akademik ya ijazah tadi, kalau ada Ujian Nasional ya lebih akurat lagi, ya itu lah dia," katanya.
Pada rapat yang sama, Andika juga menegaskan keturunan dari anggota PKI bisa mendaftar dalam proses seleksi penerimaan prajurit TNI.
Dalam rapat itu, ia pun sempat bertanya terkait pertanyaan uraian yang diberikan kepada calon prajurit TNI yang ikut seleksi.
"Oke nomor 4 yang ingin dinilai apa, kalau dia ada keturunan apa?" kata Andika.
Salah seorang anggota berpangkat kolonel pun menjawab Andika.
"Pelaku dari tahun 65-66," kata anggota itu.
"Itu berarti gagal, apa bentuknya apa, dasar hukumnya apa?" tanya Andika.
"Izin, TAP MPRS Nomor 25," kata anggota itu lagi.
Andika lalu meminta anggota TNI itu untuk menyebut isi TAP MPRS itu. Ia mempertanyakan apa hal yang dilarang berdasarkan TAP MPRS 25 Tahun 1966.
Sebagai informasi, TAP MPRS 25 berisi tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunis, Marxisme, Leninisme.
"Yang dilarang dalam TAP MPRS nomor 25, satu komunisme, ajaran komunisme, organisasi komunis maupun organisasi underbow komunis tahun 65," kata anggota itu.
Andika lalu meminta anggota itu untuk mengkroscek jawabannya. Selain itu, Andika juga mengungkap izin TAP MPRS 25 kepada anggota lain dalam rapat.
"Yakin ini? cari, buka internet sekarang. Yang lain saya kasih tahu nih, TAP MPRS nomor 25 tahun 66. Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang, tidak ada kata-kata underbow segala macam. Menyatakan komunisme, leninisme, marxisme sebagai ajaran terlarang. Itu isinya," kata Andika.
Mantan kepala staf Angkatan Darat (KSAD) itu mengatakan jika melarang sesuatu harus mempunyai dasar hukum.
Ia mempertanyakan dasar hukum pelarangan dari keturunan PKI mengikuti seleksi penerimaan TNI.
"Ini adalah dasar hukum, ini legal, tapi tadi yang dilarang itu PKI. Kedua adalah ajaran komunisme marxisme, leninisme. Itu yang tertulis. Keturunan ini apa dasar hukum? apa yang dilanggar sama dia?" kata Andika.
Anggota itu kembali menjawab Andika. Menurutnya tidak ada aturan yang dilanggar.
"Jadi jangan mengada-ngada. Saya orang yang patuh perundangan. Kalau kita melarang pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya, tidak ada lagi, keturunan dari apa, tidak. Karena apa? Saya gunakan dasar hukum. Hilang nomor 4," kata Andika. [Ss/bay]