Lebih lanjut, Harisson berharap semakin banyak pihak yang tertarik untuk mengembangkan industri serupa, sehingga bisa memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai Co-Firing Biomassa. Hal ini diyakini dapat membantu Indonesia mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Dalam kesempatan yang sama, pemilik pabrik PT Elektrika Konstruksi Nusantara (EKN), M. Ariyanto mengungkapkan bahwa saat ini pabrik memproduksi sekitar 20 ton briket per hari, yang langsung dikirim ke PLN di Sintang dan Sanggau. Namun, kebutuhan PLN untuk briket mencapai 350 ton per hari. Oleh karena itu, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan kapasitas produksi dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
Baca Juga:
Pengembangan Transmisi Listrik Jadi Kunci Pacu Transisi Energi dan Pertumbuhan Industri
"Sejak awal, kami bekerja sama dengan Untan dan telah melakukan riset untuk mengembangkan mesin yang tepat. Kami mengalami banyak kegagalan, namun akhirnya berhasil memodifikasi mesin yang ada hingga menghasilkan briket berkualitas tinggi. Selain itu, penggunaan tandan kosong sebagai bahan baku tidak mencemari udara, yang memberikan manfaat lingkungan yang signifikan," jelas Ariyanto.
Inovasi ini tidak hanya memberikan solusi terhadap permasalahan sampah tandan kosong kelapa sawit, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru di daerah setempat. Harisson berharap, upaya ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, mengurangi sampah, serta berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon.
"Penggunaan briket sebagai Co-Firing Biomassa di PLTU dapat menekan emisi karbon dan meningkatkan bauran energi yang lebih ramah lingkungan. Ini adalah langkah konkret untuk mencapai tujuan nasional kita dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060," katanya.
Baca Juga:
PLN Beberkan Ambisi Menuju Net Zero Emissions 2060
[Redaktur: Patria Simorangkir]