WahanaNews-Kalbar | PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tengah mempercepat pembentukan ekosistem kendaraan listrik seiring dengan target operasi pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter yang diharapkan efektif pada tahun depan.
Vice President Komunikasi Korporat PLN Dini Sulistywati mengatakan perseroan sudah membangun 129 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di 98 titik di seluruh Indonesia. PLN menargetkan dapat menambah 32 unit SPKLU yang tersebar di 25 titik secara nasional.
Baca Juga:
PLN Banten Pastikan Operasional SPKLU Jalur Mudik Tol Jakarta-Merak Andal
Selain SPKLU, PLN juga telah menyediakan layanan home charging dengan menghadirkan diskon sebesar 30 persen bagi pengisian daya di rumah pelanggan pada pukul 22.00 WIB hingga 05.00 WIB. PLN juga telah mengembangkan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
“PLN akan terus menyiapkan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) hingga layanan home charging serta berbagai stimulus lainnya,” kata Dini melalui pesan WhatsApp, Rabu (1/6/2022), dilansir dari Bisnis.com.
Baca Juga:
PLN Siapkan 1.299 SPKLU di Banyak Lokasi Mudik, Pengguna Mobil Listrik Tetap Nyaman
Harapannya, dia mengatakan, kemudahan bagi pengguna kendaraan listrik itu dapat menarik minat masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi yang ramah lingkungan. Dengan demikian, permintaan industri untuk sejumlah komponen mineral seperti tembaga hingga nikel dari hasil pemurnian smelter dapat terserap optimal ke depan.
“Sebagai bagian dalam upaya meningkatkan nilai tambah bagi produk tambang dalam negeri lewat hilirisasi mineral, PLN telah memiliki roadmap untuk membentuk ekosistem kendaraan listrik,” tuturnya.
Setoran PT Freeport Indonesia (PTFI) ke kas negara dari investasi pada pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter konsentrat tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur diperkirakan dapat menyentuh di angka US$80 miliar atau setara dengan Rp1.165,6 triliun (asumsi kurs Rp14.570/US$), hingga akhir masa izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 2041.