"Kami telah sampaikan secara lisan bahkan tertulis sejak April prihal tuntutan ganti rugi namun sampai sekarang perusahaan hanya menjawab akan disampaikan ke pimpinan pusat," kesal Juliannadi.
Juliannadi menuntut ganti rugi untuk satu pohon yang rusak sebesar Rp 8 juta.
Baca Juga:
Nasabah Tikam Debt Collector di Sambas Gegara Pelaku Emosi Istrinya Diminta Korban
Pasalnya, sudah banyaknya biaya yang dikeluarkan selama 8 tahun menanam, mulai dari pembukaan lahan hingga perawatan serta hitungan berapa banyak keuntungan dari kebun kelapa sawit jika tidak rusak karena terkena aktivitas perusahaan.
"26 pohon yang rusak itu perusahaan yang menghitung langsung ke lapangan, namun mereka secara lisan menyampaikan cuma mau mengganti rugi Rp 20 juta. Kami tolak," tegas Juliannadi.
"Karena itu tidak masuk akal, sama saja mau membunuh kami masyarakat kecil dengan mengganti rugi semau perut perusahaan," timpal Juliannadi.
Baca Juga:
Pria di Kalbar Aniaya Istri hingga Tewas Gara-gara Disebut Lebih Muda
Juliannadi menerangkan, setelah penolakan itu, pihak perusahaan belum memberi respons apapun. Sempat dilakukan dimediasi kepolisian, juga gagal.
"Padahal dalam mediasi itu jelas perusahaan mengakui kalau itu akibat lumpur mereka. Namun lagi-lagi mereka tidak memberikan kepastian dan hanya mengatakan masih menunggu keputusan managemen pusat," ujar Juliannadi.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Sandai Kiri Harman membenarkan ada kebun kelapa sawit milik warganya yang rusak akibat dari aktivitas operasional dan aliran lumpur pertambangan bauksit.