Konsep residivis tidak efektif Burhanuddin meminta frasa pengulangan tindak pidana sebagai syarat penjatuhan hukuman mati bagi koruptor dikaji ulang.
Sebab jika merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), konsep residivis dimaknai jika seseorang mengulangi perbuatan pidana setelah dikembalikan ke masyarakat.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Jika diterapkan dalam tindak pidana korupsi, Burhanuddin menilai konsep residivis itu tidak akan berjalan efektif dan menimbulkan efek jera.
Sebab, koruptor dapat melakukan korupsi di berbagai tempat dengan modus yang berbeda.
"Jika pelaku sudah diputus dengan hukuman penjara dan pelaku tersebut telah melakukan perbuatan korupsi di tempat lain, apakah terhadap pelaku tersebut dapat dikenakan pengulangan tindak pidana dalam korupsi? Isu hukum ini patut kita renungkan bersama dan kaji lebih dalam," terang Burhanuddin.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Diketahui, saat ini Kejagung melalui Direktorat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM-Pidsus) tengah menangani perkara dugaan megakorupsi pada PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
Dua terdakwa dalam perkara yang merugikan negara Rp 22,788 triliun itu adalah Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.
Heru dan Benny sebelumnya juga terseret dalam skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang mengakibatkan kerugian negara Rp 16,807 triliun.