Menurutnya, untuk satu ton biomassa mampu menyerap sekitar 10 orang tenaga kerja.
"Contoh di Aceh kami menggerakkan masyarakat lokal, kebanyakan yang direkrut adalah warga dan petani lokal setempat, lalu di Lampung dari petani-petani karet itu yang mengumpulkan biomassa, termasuk bonggol jagung untuk di Sumbawa, di Jawa Barat itu adalah sekam, di Kupang itu per bulan 100 ton mampu menyerap 530 orang mulai dari pengumpulan, pemrosesan, transportasi, loading on loading," ujar Aris.
Baca Juga:
Keandalan Listrik Bali Kelas Dunia dan Jarang Alami Gangguan, ALPERKLINAS Sebut 'Blackout Listrik Bali' Bukan Human Error
Sebelumnya, Kepala Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menilai, pengembangan biomassa atau bioenergi tidak hanya berfokus untuk energi semata tetapi juga meningkatkan perekonomian masyarakat. Karena itu, pengembangan biomassa sebagai salah satu upaya mengoptimalkan potensi energi baru terbarukan harus dirasakan seluruh pihak.
"Jangan kita bicara biomassa atau bioenergi hanya untuk kepentingan energi, tetapi kita harus melihat kepentingan yang lebih luas, kepentingan pembangunan yang dampaknya buat masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun masyarakat dalam arti luas," ujar Bambang dalam Talkshow Festival LIKE bertajuk Potensi Bahan Bakar Nabati dalam Optimalisasi Energi Baru Terbarukan, Minggu (17/9/2023).
Bambang menekankan, pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) juga harus bersifat inklusif dan sirkular yang mendatangkan kemaslahatan bagi seluruh pihak.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Sebut 'Power Wheeling' Momok Buat Konsumen Listrik di Indonesia
"Jadi pengembangan biomassa ini tidak hanya dia sustainable tetapi dia juga harus affordable dan reliable, serta kita ingin energi terbarukan ini juga inklusif," ujarnya.[ss]