Pada 2021, Pertamina telah membentuk komite berkelanjutan yang menaruh perhatian besar terhadap program transisi energi.
Perseroan mengembangkan energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui delapan inisiatif strategis, antara lain pengembangan kilang hijau, pengembangan bioenergi, komersialisasi hidrogen, gasifikasi, inisiasi ekosistem baterai dan penyimpanan energi terintegrasi, serta peningkatan kapasitas terpasang panas bumi.
Baca Juga:
Diskon 50 Persen Tarif Listrik Tidak Diperpanjang, Ini Informasi Lengkapnya
Melalui anak usahanya, Pertamina kini memiliki total kapasitas terpasang listrik panas bumi sebesar 1.877 megawatt dengan rincian 672 megawatt berasal dari area kerja yang dioperasikan sendiri dan 1.205 megawatt merupakan kontrak operasi bersama.
Sejak 1974, Indonesia tercatat telah mengembangkan panas bumi sebagai energi terbarukan dan kini menjadi negara kedua terbesar yang memiliki kapasitas terpasang listrik panas bumi setelah Amerika Serikat.
Sementara itu sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN akan menambah pembangkit baru dengan kapasitas mencapai 40,6 gigawatt dengan porsi 51,6 persen dari total pembangkit tersebut atau sekitar 20,9 gigawatt akan berasal dari pembangkit energi terbarukan.
Baca Juga:
Gebrakan 100 Hari, Presiden Prabowo Resmikan 37 Proyek Ketenagalistrikan Nasional
Dalam program transisi energi, PLN tak hanya membangun pembangkit energi terbarukan, tetapi menghentikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara secara bertahap mulai 2030 hingga 2050.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Pemerintah Indonesia menempatkan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebagai proyek strategis nasional.
Daerah yang dijadikan sebagai salah satu proyek percontohan terkait pembangunan PLTS adalah Kepulauan Riau yang nantinya listrik tenaga surya itu akan digunakan untuk keperluan daerah itu sendiri dan diekspor ke negara tetangga.